Kamis, 31 Mei 2012

Macam-Macam Transaksi Antar Bank


Ini adalah konsep dasar dalam transaksi perbankan. Dana deposit dari masyarakat masuk (Kredit / +) ke dalam Liabilities kemudian bank memakainya keluar untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat pula di sisi Asset (Debit / -). Jadi, saat masyarakat menabung ke bank, maka sisi Liabilities Bank menjadi bertambah dan saat bank memberikan kredit maka jumlah deposit menjadi berkurang lewat sisi Asset.

Berikut ini adalah beberapa contoh kasus transaksi antarbank yang biasa terjadi:
I.

Gambar di atas bercerita tentang Joko membayar cek sejumlah Rp 50 juta kepada Tuti. Namun mereka berdua menabung di bank yang berbeda. Setelah Tuti menerima cek tersebut, maka Tuti ingin Bank A, tempat Joko menabung, melakukan pinbook ke rekening Tuti di Bank B. Caranya adalah:
1. Tuti mengirim cek yang sudah dia terima ke Bank B
2. Bank B mengirim nota debit keluar kepada Bank Indonesia atas cek dari Joko
3. Bank Indonesia mengirim nota debit masuk ke Bank A supaya Bank A segera melakukan transfer dana dari cek yang dibuat oleh Joko kepada Tuti
4. Tabungan Joko di Bank A berkurang sebesar Rp 50 juta.
5. Nilai rekening koran Bank A di Bank Indonesia berkurang (debit / -) sebesar Rp 50 juta * dan,
6. Nilai rekening koran Bank B di Bank Indonesia bertambah (kredit / +) sebesar Rp 50 juta*
Dan akhirnya tabungan Tuti menjadi kredit di Liabilities sebesar Rp 50 juta dan tabungan Joko menjadi debit di Asset sebesar Rp 50 juta!!

Cat:
*Bank A dan Bank B bukanlah bank yang sama sehingga apabila ada transaksi antar bank semacam ini dibutuhkan perantara yaitu Bank Indonesia. Syarat agar Bank Indonesia bisa menjadi perantara adalah kedua bank harus sama-sama mendepositkan uangnya di Bank Indonesia dalam bentuk rekening koran sebesar minimal 8% dari total dana yang didepositkan oleh masyarakat di bank masing-masing. Misalnya:
1. Bank A memiliki total deposit dari seluruh tabungan masyarakat sebesar Rp 100 juta, maka minimal jumlah tabungan rekening koran di Bank Indonesia harus sebesar, 8% x Rp 100 juta = Rp 8 juta.
2. Bank B memiliki total deposit dari seluruh tabungan masyarakat sebesar Rp 100 juta, namun Bank B mendepositkan rekening korannya di Bank Indonesia sebesar Rp 10 juta (> 8%).
Bila misalnya Bank A harus mencairkan dana sebesar Rp 2 juta atas cek yang ditagih dari nasabah Bank B, maka nilai rekening koran Bank A (debet Rp 2 juta) di Asset dan tabungan Bank B (kredit Rp 2 juta) di liabilities. Berarti Bank A kekurangan dana deposit pada rekening korannya di Bank Indonesia sebesar Rp 2 juta sehingga harus dilakukan sistem call money yaitu Bank A harus meminjam dana agar mencukupi nilai minimal 8% pada rekening korannya di Bank Indonesia pada bank lain. Inilah yang disebut sebagai sistem kliring. Apabila Bank A terus meminjam uang tanpa melakukan pelunasan pada kreditor untuk menutupi kekurangan dari nilai rekening korannya, maka bisa dipastikan Bank A sudah mengalami missmatch-negative (kesulitan likuiditas) sehingga Bank Indonesia harus melikuidasi Bank A.

II.

Gambar ini juga termasuk dalam sistem kliring, bedanya adalah Tuti mengirim dana langsung ke Joko dengan cara:
1. Nilai deposit Tuti di Bank B (debet di Asset) sebesar Rp 100 juta,
2. Bank B mengirim nota kredit keluar kepada Bank Indonesia bahwa ada dana disalurkan ke Bank A*
3. Bank Indonesia mengirim nota kredit masuk kepada Bank A bahwa ada dana masuk dari Bank B*
4. Joko menerima dana deposit dari Tuti (kredit di Liabilities)

Cat:
*Nilai rekening koran Bank B di Bank Indonesia berkurang Rp 100 juta (debet di Asset) dan nilai rekening koran Bank A di Bank Indonesia bertambah Rp 100 juta (kredit di Liabilities).

III.


Gambar III menjelaskan kondisi transfer dana dari 2 bank yang berbeda dan juga berada di lokasi yang berbeda pula. (Rekening Antar Kantor / RAK)
1. Tuti yang menabung di Bank A cabang Jakarta ingin mengirim sejumlah uang melalui cek sebesar Rp 50 juta kepada Joko yang menabung di Bank B cabang Jayapura. Namun, hal ini tidak bisa langsung dilaksanakan karena Bank B tidak punya cabang di Jakarta, demikian juga sebaliknya. Jadi,
2. Bank A mengirim dana tersebut ke Bank A cabang Makassar, lalu *
3. Bank A cabang Makassar mentransfer dana tersebut melalui sistem kliring ke Bank B cabang Makassar. **
4. Bank B cabang Makassar mengirim dana tersebut ke Bank B cabang Jayapura,***
5 Joko menerima dana dari cek yang dikirim oleh Tuti.

Cat:
*) Debet pada Asset Bank A cabang Jakarta dan kredit pada Liabilities Bank A cabang Makassar.
**) Debet pada Asset rekening koran Bank A cabang Makassar di Bank Indonesia dan Kredit pada Liabilities rekening koran Bank B cabang Makassar di Bank Indonesia.
***) Debet pada Asset Bank B cabang Makassar dan Kredit pada Liabilities Bank B cabang Jayapura.

IV.

Gambar IV ini adalah contoh transaksi perbankan internasional. Di sini metode yang dipakai adalah metode Bank Draft. David yang tinggal di USA dan menabung di Bank of America ingin mengirim uang kepada Susi yang tinggal di Jakarta dan menabung di BNI 1946. Prosesnya adalah sebagai berikut:
1. David ingin mengirim sejumlah uang kepada Susi.
2. David mengirim dana tersebut melalui Bank of America.
3. Bank of America mentransfer dana tersebut ke BNI 1946 di Jakarta *
4. Setelah dana tersebut dikirim, maka Bank of America mengirim surat khusus seperti wesel kepada Susi bahwa David telah mengirim sejumlah uang ke rekening Susi di BNI 1946 cabang Jakarta.
5. Susi mengecek dan menerima dana tersebut di rekening tabungannya.

Cat:
*) Dalam kondisi transaksi perbankan internasional, maka kedua bank yang akan melakukan transaksi antar negara harus terlebih memiliki correspondent bank sebagai penghubung.

V.

Gambar V ini adalah kondisi transaksi antarbank internasional yang memakai metode Payment Order yaitu perintah dari David kepada Bank of America untuk mentransfer dana ke rekening Susi di BNI 1946 cabang Jakarta. Dan tentunya syaratnya adalah Bank of America harus sama-sama berhubungan dengan BNI 1946 dalam wadah correspondent bank.

Secara umum ada 3 metode perhitungan bunga tabungan yaitu: berdasarkan saldo terendah, saldo rata-rata dan saldo harian. Beberapa bank menerapkan jumlah hari dalam 1 tahun 365 hari, namun ada pula yang menerapkan jumlah hari bunga 360 hari. Untuk memahami perhitungan bunga diatas, dilakukan ilustrasi kasus:
Contoh Kasus :
Transaksi tabungan milik Bapak Agus selama bulan Oktober adalah sebagai berikut :
Tanggal Transaksi Nominal
02.10.11 Setoran Tunai Rp.2.000.000,-
03.10.11 Kredit Rp. 500.000,-
04.10.11 Setoran Kliring Rp.1.000.000,-
20.10.11 Tarik Tunai Rp.1.000.000,-

Misal perhitungan akhir bunga harian pada akhir bulan tanggal 31.10.12, jam 24:00:00 dan bunga bank adalah 8% pertahun, maka perhitungan bunga yang diperoleh dengan menggunakan 3 metode di bawah ini.
Jawaban Kasus :
Tanggal Saldo Jumlah hari
02.10.11 Rp. 2.000.000 1 ( 3 – 2 )
03.10.11 Rp. 2.500.000 1 ( 4 – 3 )
04.10.11 Rp. 3.500.000 16 ( 20 – 4 )
20.10.11 Rp. 2.500.000 11 ( 31 – 20)

1. Saldo Terendah
Bunga = {(2jt × 8% × 29)} / 365
= Rp. 12.712,3288

2. Saldo Rata-rata Harian
SR = {(2jt × 1) + (2,5jt × 1) + (3,5jt × 16) + (2,5jt × 11)} / 29
= Rp. 3.034.482,7586
Bunga = {3.034.482,7586 × 8% × 29} / 365
= Rp. 19.287,671

3. Saldo Harian
Bunga = {((2jt × 1) + (2,5jt × 1) + (3,5jt × 16) + (2,5jt × 11)) × 8%} / 365
=Rp. 19.287,671

Saat ini yang banyak digunakan bank adalah sistem perhitungan bunga saldo rata-rata harian dan harian.
Pada perhitungan di atas sistem bunga rata-rata harian dengan sistem bunga harian menghasilkan nilai bunga yang sama. Hal ini dikarenakan nilai bunga yang diberikan flat terhadap nilai saldo nasabah. Atau nilai bunga berdasarkan saldo rerata harian dengan nilai saldo harian sama-sama masih masuk pada kisaran saldo bunga progresif yang sama. (From: Boof of Metris Ways Get to Higher Returns)


Kamis, 24 Mei 2012

Perkembangan Tingkat Suku Bunga Deposito Untuk Jangka Waktu 1 Bulan dari Tahun 2006-2010

Ini adalah gambar grafik dari perkembangan tingkat suku bunga deposito dari berbagai kelompok bank di Indonesia mulai dari Bank Milik Pemerintah (BUMN), Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Umum Swasta Nasional (BUSN), dan Bank Asing & Campuran (JN/Joint Venture) yang diolah dari data website Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id Yang menarik untuk disimak dari gambar grafik di atas adalah bahwa tingkat suku bunga deposito tertinggi terjadi di tahun 2008. Seperti kita ketahui bahwa sejak tahun 2007, dunia mulai mengalami resesi glogal akibat kasus kredit macet di bidang properti yang melanda Amerika Serikat dan hal ini terus memuncak di tahun 2008. Krisis ini memberi dampak yang cukup serius bagi Dunia Barat dan juga bagi Indonesia. Dampak yang paling sangat terasa sekali adalah turunnya tingkat ekspor Indonesia. Penurunan ini sangat terasa sekali di tahun 2009 karena krisis global 2008. Hal ini bisa dilihat di grafik di bawah ini:
Sumber : UN Comtrade, 2011 Gambar Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Indonesia Periode 2000-2010 (dalam Ribu US$)
Apabila tingkat ekspor menurun, maka sudah bisa dipastikan bahwa hal ini akan menurunkan jumlah pembeli. Selanjutnya bila jumlah pembeli menurun maka keuntungan yang diraih akan menurun. Penurunan daya beli masyarakat ini sudah jelas akan berimbas pada naiknya tingkat inflasi. Hal ini dapat dilihat dari data inflasi dari sejak Juni 2007-Desember 2009 dari www.bi.go.id yang terus mengalami kenaikan khususnya di tahun 2008, kemudian menurun di tahun 2009 di bawah ini:
Sumber: http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Moneter/Default_Inflasi_ID.aspx?NRMODE=Published&NRNODEGUID={A7760121-1768-4AE8-B333-0C91E746F1E3}&NRORIGINALURL=/web/id/Moneter/Inflasi/Data%2bInflasi/&NRCACHEHINT=Guest
Bila inflasi meninggi, maka langkah yang sudah pasti diambil oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah menaikkan BI rate. BI Rate tidak dinaikkan secara agresif mengikuti credo atau cardinal rule dari mekanisme Inflation Targeting Framework (ITF). Dalam ITF, apabila tekanan inflasi meningkat, obat mujarabnya adalah menaikkan suku bunga. Mengapa suku bunga harus dinaikkan? Pada prinsipnya sederhana sekali. Perubahan tingkat harga dalam perekonomian dicerminkan dengan variabel inflasi. Inflasi adalah kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus menerus (Mishkin, 2001). Menurut kaum monetaris, inflasi disebabkan oleh pertumbuhan penawaran uang yang tinggi, oleh sebab itu mereka berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Menurut kaum Keynesian, inflasi yang tinggi tidak bisa dikendalikan hanya dengan kebijakan fiskal. Perpaduan kebijakan moneter dan fiskal diperlukan untuk mengendalikan laju inflasi. Teori kuantitas menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi suplai uang memiliki kendala tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan suplai uang tetap dalam kondisi yang stabil, maka tingkat harga pun akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan suplai uang dengan cepat, maka tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000). Inflasi yang tinggi tentu tidak baik bagi perekonomian suatu negara. Jika tingkat inflasi sudah dinilai terlalu tinggi biasanya pemerintah akan melakukan intervensi. Adapun strategi pemerintah dalam menekan inflasi adalah mengurangi jumlah uang beredar. Jumlah uang yang beredar dapat dikurangi dengan cara menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, sehingga dengan sendirinya bank – bank swasta, asing maupun pemerintah akan menaikkan suku bunga yang telah ditetapkan, dalam hal ini suku bunga deposito. Jika suku bunga bank dirasa lebih menguntungkan oleh investor untuk melakukan investasi, maka mereka akan menanamkan dananya di bank yang mana investasi dalam bentuk deposito berjangka ini tidak memiliki risiko. Oleh karena tingkat inflasi dianggap membahayakan tingkat perekonomian secara makro, pemerintah selalu berusaha menekan tingkat inflasi tersebut dengan cara mengendalikan suku bunga. Jadi inflasi yang tinggi akan mengakibatkan naiknya suku bunga bank (Bambang, 2000). Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat inflasi memiliki pengaruh positif terhadap suku bunga bank.
Sumber:
www.bi.go.id
www.bps.go.id